Sutradara Imam Tantowi
Penulis Imam Tantowi
Pemeran Nyoman Swadayani
Sasetyo Wilutomo
Leo Kristi
Juari Sanjaya
Usman Effendy
Tuty Kusnandar
Musik oleh Idris Sardi
Sinematografi Max J. Pakasi
Penyunting Janis Badar
Distributor Sinar Permatamas Film
Durasi 123 menit
Negara Indonesia
Cerita dibangun sejak Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 melalui telegrap yang diterima Kantor Domei Soerabaia pada dini hari hingga Soerabaia dibumihanguskan, yang terkenal dengan Peristiwa 10 November 1945. 208 Scene (Adekan) yang ditulis oleh Gatut Kusumo tidak semuanya dapat diangkat ke layar perak. Gunting Janis Badar harus memilah dan memilih untuk memenuhi rentang waktu 115 menit. Itu pun sebetulnya masih terlalu panjang. Biasanya film lain hanya membutuhkan waktu 90 sampai dengan 100 menit. Bisa juga dipaksakan lebih, namun mempunyai resiko tinggi pada peredaran. Kalau ada gedung bioskop yang menyunting sendiri akan lebih fatal akibatnya. Mengingat film ini mempunyai kandungan sejarah, maka garis merah tokoh fiktif yang dihadirkan guna menjalin cerita harus rela menyisih dan memberi jalan pada informasi sejarah itu sendiri. Kendati adekan Pertiwi (Nyoman Swandayani) melahirkan, boleh berarti simbolik dari kelahiran Republik Indonesia. Kelebihan film ini mempunyai warna lokal yang jelas, tidak terseret arus berkiblat pada Jakarta sebagaimana film nasional lain. Warna lokal dibangun tidak hanya dalam dialog yang Suroboyoan saja, tapi perangkat lain juga dapat dimunculkan, misalnya Bekupon (rumah burung dara) yang khas Suroboyo, Dam Jagir, dan kidungan Jula-juli, yang dimanfaatkan sangat manis untuk mengiringi sub-title maupun dalam adekan. Film Soerabaia 45 memang banyak mengambil materi dari buku Peristiwa 10 November 1945 yang diterbitkan Pemda Tingkat I Propinsi Jawa Timur yang diprakarsai oleh almarhum Bapak Blegoh Soemarto, mantan Ketua DPRD Tingkat I Jawa Timur. Tokoh-tokoh sejarah yang berperan dalam peristiwa itu ditampilkan lengkap. Dari mulai Bung Tomo (Leo Kristi); Drg. Moestopo (Soetanto Soepiadhy, SH.); Soengkono (Jill P. Kalaran); M. Yasin (Djoko P.); Roeslan Abdoelgani (Saiku Arifin); Doel Arnowo (M. Yuwono). Sementara tokoh putri Lukitaningsih (Dita Agustina); dan Bu Dar Mortir (Tuti Koesnan). Pemeran tokoh di atas dibawakan arek-arek Suroboyo sendiri, kecuali peran Bung Karno dan Bung Hatta yang diperankan oleh Nurhuda dan H. Djamaludin dari Bandung dan Jakarta. Dari deretan tokoh fiktif, Amirin (Masadji Paramatma) yang mempunyai jati diri. Sementara itu kelompok remaja lain, misalnya Kamdi (Jacok H.) yang badung; Sofyan (Halim Faus) sedikit emosional. Dan tiga sekawan lain, Bambang (Ipam Nugroho); Aryono (Tatok); dan Kunto (Iskandar Z.) mewakili remaja yang lugu. Produser film Soerabaia 45, Jeffry Hassan, usai preview di Sinepleks Mitra mengatakan, bahwa film ini akan dipasarkan juga ke luar negeri. Sampai saat ini, baru dua negara yang sudah mengirim jawaban positif, yaitu Inggris dan Belanda. Itulah sebabnya jauh-jauh sebelumnya, ia mengharapkan kepada penulis skenario untuk membuat film ini memakai beragam bahasa sesuai asal-muasalnya. Dai Nippon harus berbahasa Jepang. Yang Eropa memakai bahasanya, dan yang Surabaya juga pakai bahasa kampungnya. Konsep itu tidak lantas berjalan mulus, lantaran bahasa itu berkembang. Tatkala shooting akan diawali, bahasa Jepang yang dipakai harus bahasa Jepang yang sekarang. Kasus film Budak Nafsu adalah pelajaran berharga bagi kita. Bahasa Jepang yang dipakai dalam film itu sudah tidak dipahami oleh orang Jepang pada abad XXI ini. Akhirnya, diambil jalan tengah, bahasa Jepang yang dipakai memang bahasa Jepang yang sekarang, tapi aksentuasi yang dipakai tetap aksentuasi bahasa Jepang tempo doeloe. (Semar Soewito)
.
.


0 comments:
Post a Comment